You have been mature, Sist…
Bismillahirrahmanirrahim…
“You have been mature, Sist…”
Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulutnya, seakan ia memang tahu betul diriku. Aku tersenyum membaca tulisan itu saat kami chat di Yahoo Messager..
Ah, ya.. Dewasa ya…?
Kata yang teramat sulit dieja dan ditaburi makna. Bagiku, tulisannya itu bukan sekedar pengakuan, tapi lebih kepada pemberian motivasi untuk menjadi lebih baik. Tentu, menjadi lebih baik, dalam arti yang sesungguhnya, bukan?
Aku tahu. Dewasa fisik, itu pasti. Keniscayaan yang akan berjalan seiring waktu yang terus berputar.
Lalu, dewasa hati, laku dan pikiran? Apa itu pun berlaku bagiku? Entah, sejauh yang kutahu, ia menilaiku dari tulisan yang pernah ia baca di blog ini. Dan dari diskusi yang kami lakukan lewat sms, atau pun chat di YM.
Bagiku, ia masih terlalu dini untuk melabeli bahwa diriku sudah dewasa sepenuhnya. Masih terlalu murni, orang melihat sisi diriku dengan satu sudut pandang. Mungkin, kau tak pernah melihatku dari sisi yang lain. Bukankah rembulan juga punya sisi yang tak tersentuh? Hanya bayang yang menutupi kala kelam datang, dan sinarnya yang indah ia percikkan ke segala arah ke penjuru negeri untuk sedikit menerangi.
Lalu, apa itu cukup mewakili?
Lagi-lagi, pertanyaan itu sebenarnya untuk diriku sendiri. Ya, sejauh mana selama ini kemampuanku memanaj diri sendiri dalam segala situasi dipertaruhkan.
Ayah sering mengatakan padaku, saat aku bingung dengan sebuah keputusan. Beliau selalu mengatakan begini, “Mbak sudah dewasa, sudah bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Dan keputusan itu -apapun itu- yang akan menjalani Mbak sendiri. Baik buruknya. Indah tidaknya. Jadi, terserah mbak saja.”
Sejauh ini, Ayah menjadi acuanku untuk mengambil keputusan. Kebijaksanaan beliau menjadi kunci dari semuanya. Aku belajar banyak darinya. Belajar untuk bertanggungjawab sendiri terhadap sebuah sikap.
Ketika kuutarakan kegalauan hatiku, tentang masalah-masalah yang kadang menerpa pada sahabat2ku, mereka (lagi-lagi) membesarkan hatiku,
”Tapi bagiku, adek jauh lebih dewasa.”
”Masalah hari ini kelak akan mendewasakanmu, nak..”
”Udah, Adek gak usah risau. Jalan-jalan aja ke depan rumah, lihat pemandangan pagi. Merugilah orang-orang yang mengacaukan harinya dengan kesedihan.”
Ya, aku tahu, ia ingin menyakinkanku bahwa setiap masalah yang menyapa memang ditakdirkan untuk memberiku warna dan corak yang berbeda dari manusia lain. Special desain by the Great Arcitech! Allah Sang Maha Indah..^^
”Manakah celupan yang lebih indah dibanding celupanNya?”
Maka, usai memberikan ujian itu, aku sadar. Allah sedang memberi paket istimewa yang paling indah jika aku bersabar atas apa yang terjadi.
Bukankah sabar itu pada hentakan pertama? Bukan sebaliknya. ^_^
Afala aquuna abdan syakuuraa… (”tak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”)
Senja di Kota Bahari. 1 Juli ’09.
Leave a Reply