Gambar bunga di atas saya temukan di depan sebuah rumah. Tetangga saya mungkin juga tidak tahu bahwa pekarangannya bisa menghasilkan bunga yang indah di tanah yang kering akibat musim kemarau yang panjang. Hampir dua bulanan ini tanah menjadi kering, tak ada hujan sedikit pun di kota kelahiran saya. Buat saya, itu artinya debu akan sering beterbangan tertiup angin laut yang bikin mata kelilipan. Ditambah polusi, lengkap sudah. Rasanya bernafas dengan udara bersih hanya tinggal mimpi. Karena keringnya udara, saya jadi mudah sakit. Apalagi kalau habis perjalanan jauh.
Waktu pulang dari Bandung bulan lalu juga saya sempat tepar. Dihantam mimisan, flu, serta batuk yang berkali-kali bikin dada saya sesak. Rasanya kalau begini pengin segera musim berganti. Hujan sebentar pasti menyenangkan. Tapi ternyata yang ditunggu tidak juga hadir. Ditambah udara makin panas setiap siang. Malam pun kadang masih menunjukkan suhu udara di atas 30 derajat. Entah apa ini hanya di kota saya saja atau berlaku juga di kota lain. Tapi ingat cerita mba Hanna (@hmzwan) tentang Siak, Riau yang sedang terkena dampak kabut asap. Di kota saya belum ada apa-apanya. Jadi mau ngeluh kok rasanya gimana gitu ya.
Musim Kemarau yang Meniupkan Angin Kencang
Mungkin sama halnya dengan cuaca, perasaan kita juga seringkali tidak menentu. Kadang panas, kadang gerimis, kadang hujan, ataupun berawan. Cuaca bukanlah penentu apakah esok akan cerah atau tidak, karena seperti roller coaster, hidup pun selalu punya kejutan di dalamnya. Bisa saja hari ini dapat berita baik, udah seneng banget. Baru beberapa jam kemudian berita lain yang membuat hati muram segera datang. Aih, kebayang kan ya, kalau sedang begitu, rasanya pengin liburan aja. Haha. Ngabur entah kemana deh. 😆
Saya tadi baru aja dapat kabar menyenangkan. Udah berharap terlalu banyak, ternyata ijin belum juga keluar. Fiuh, rasanya itu kayak digantungin nasibnya *eh. Patah hati? Iya. Makanya saya sebenarnya lebih suka nggak berharap banyak dulu. Takut gimana-gimana gitu kan. Udah heboh ngarep ini itu, nggak tahunya kamuflase. *halah. Kadang sempat kepikiran juga kalau Allah itu hobi bercanda dengan makhluk-Nya. Sesekali diberi nikmat, sesekali diberi ujian paket komplit. 😥
Life is Never Flat
Jadi tahu kan, kalau hidup nggak seindah cerita dongeng atau semacamnya. Nggak juga semulus trip liburan dengan tas ransel di punggung. Toh pejalan kadang masih menemukan banyak hal-hal yang nggak menyenangkan selama trip, misal nggak nemu tempat shalat yang oke, duitnya keburu limit, ekspektasi yang ketinggian atau makanan yang bikin mules karena nggak sesuai selera lidah. Tapi kalau sudah jalan, apa pun yang ada di depan harus tetap dirasakan kan? Apa pun yang terjadi dalam perjalanan baik musim kemarau maupun musim penghujan, bakal tetap ada hikmah yang tersimpan. *euh, bahasamu, nduk* 😛
Ya, udah kalau begitu saya hanya perlu mempertebal perasaan yakin yang dimiliki. Musim kemarau yang menerbitkan rasa gelisah, apakah akan berakhir indah? Jika pun itu masih rezeki, Allah akan beri kemudahan, bagaimana pun caranya. Believe it! 🙂
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu,
lalu (hati) kamu menjadi puas.
(Q.S. Adh Dhuha : 5)
Juvmom says
Walau pun tanahnya kering tapi bunganya tetap cantik yah, gak layu. Kok bisa?
Intan Novriza Kamala Sari says
Di Bengkulu juga lagi musim kemarau kak Ila. Sumur suka kering nih akhir-akhir ini. Sekali dua kali terpaksa ga mandi xD
Tapi kalo menyoal debu, ya belum terlalu parah.
Nathalia DP says
Keren bgt bunganya…
Priyo Harjiyono says
Sama mbak disini musim kemarau debunya dmana2, bedanya disini yg lagi bermekaran tuh bunga desa nya #eh