Pagi ini, saya terkaget melihat seorang perempuan paruh baya yang terbata-bata berkata pada saya yang baru datang dari rumah. Rencananya saya akan membeli kupat bongkok, makanan khas Tegal yang biasa dijual di pinggir jalan. Perempuan itu dengan nada bicara yang gemetar berkisah tentang dirinya yang ditipu seorang lelaki yang disukainya.
Dia bertanya, “Mba, apa kalau nomor telpon jawabannya “dialihkan” itu berarti nomornya tidak aktif?’ Saya mencoba menjelaskan dengan nada bicara yang seminimal mungkin untuk mengurangi tingkat kecemasannya.
Baru setelah saya jawab, “Ada kemungkinan nomornya dua, dan satu mati lalu dialihkan.” Perempuan itu masih saja terkaget mendengar jawaban saya. Penjual kupat malah menjawab yang lain, “Mungkin handphonenya aktif tapi dia tidak mau angkat, jadi dialihkan.” Intinya kami berdua menjawab yang kami bisa, sampai perempuan itu berbicara lagi.
“Kalau begitu dia tidak mau ngobrol dengan saya lagi ya. Dia menipu saya dengan meminta uang setelah saya berikan dia pergi dan tidak bisa dihubungi. Saya bilang padanya soal dia yang minta dikirimi pulsa, lalu saya menolak karena sudah malam. Dia bilang suka sama saya, tapi terakhir kali berkomunikasi dia mengatakan, “Saya mengundurkan diri ya.” Lalu perempuan itu masih saja merasa belum percaya bahwa laki-laki yang dia hubungi itu ternyata penipu, menipu perasaannya hingga membawa uangnya kabur.
Saya kaget mendengar tentang scammer cinta yang menimpa perempuan ini. Karena di usianya yang sekarang pasti dia belum menikah, atau kalau pun sudah menikah, mungkin saja bercerai. Dia terlihat gelisah seolah runtuh sudah dunia yang dia pertahankan. Saya heran, sekaligus geram. Karena masih saja ada orang seperti scammer cinta itu yang memanfaatkan orang yang belum memiliki pasangan untuk dikelabui.
Beberapa kasus pernah terjadi, seperti yang sering diberitakan di media social facebook bahwa ada banyak orang yang tertipu karena ketampanan atau kecantikannya. Ternyata bukan seperti itu orang tersebut di dunia nyata. Tapi saya masih kaget saja, ternyata masih ada yang terjebak pada cinta buta, cinta yang nggak nyata.
Saya tahu bahwa mencari jodoh itu susah. Tapi sedih melihatnya. Seperti perempuan yang menanti dengan penuh perasaan tapi ternyata dipermainkan. Apa karena perempuan punya sifat yang lemah sampai bisa dibodohi sehingga kehilangan akal sehat? Lebih menyedihkan lagi hal ini sudah berulang kali terjadi. Saya sering lihat beritanya tentang scammer cinta. Pernah juga mendengar langsung dari seorang teman perihal scammer cinta ini.
Perempuan, serumit apa pun dirimu mencari jodoh, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah untuk memberikan jodoh jika dia berkehendak.
Memaksakan sesuatu mungkin saja akan membuat hal seperti ini terjadi. Dikelabui, dikhianati, disakiti, padahal justru di masa penantian yang panjang itu kita jadi tahu siapa yang sebenarnya tulus untuk tetap ada, sahabat-sahabat yang meski kita tahu tidak akan pernah menanyakan hal-hal prinsipil semacam, “Kapan nikah?” Pertanyaan klasik yang serin ditanyakan ini khas orang di negeri dengan adat ketimuran. Pertanyaan yang justru menjadi momok menakutkan. Karena setiap kali pertanyaan itu muncul, keinginan untuk mencari pasangan akan muncul mendadak, tapi jika pasangan yang didapat bukan pasangan yang sebenar-benarnya, seperti si cammer cinta ini, mau gimana? Tidak perlu asal ambil menikah hanya demi mengakhiri masa pencarian hanya karena ingin menukar status lajang jadi menikah.
Menikahlah karena memang ingin menikah, sudah mempersiapkannya, bukan hanya karena ingin mengakhiri kesendirian. Belum tentu yang dinikahi adalah orang baik. Jika demikian, apa yang harus dilakukan? Pasrahkan pada Allah sebaik-baik tempat meminta. Semoga perempuan itu segera mendapat jodoh terbaiknya. đŸ™‚
Leave a Reply