Sensasi Naik Kereta Matarmaja Jurusan Tegal-Malang
Perjalanan panjang dari Tegal ke Malang menggunakan kereta Matarmaja dimulai sejak pukul 19.30. Sepanjang jalan, saya disuguhi pemandangan menakjubkan yang terpampang nyata di depan mata saya *Syahrini mode on*. Pemandangan stasiun kereta di malam hari, hamparan sawah menghijau pagi hari, matahari terbit yang indah, hingga kabut pekat turun perlahan di pepohonan daerah Blitar. Udara juga cukup dingin dengan AC yang membuat tubuh mulai menggigil.
Saya kira kereta Matarmaja ini sudah hampir sampai di Malang. Ternyata ibu di depan saya bilang bahwa kami baru melewati Blitar, jadi masih jauh ke Malangnya. Saya bolak-balik chat whatsapp ke Ayie untuk memberitahu bahwa perjalanan saya sudah sampai di stasiun-stasiun kecil menuju Malang. Tujuannya agar perkiraan waktu tempuh bisa diperhitungkan. Ya, setidaknya nggak selama yang kami bayangkan.
Dua jam terakhir menuju stasiun Malang saya habiskan dengan mengobrol bersama ibu yang duduk di depan saya. Katanya beliau seorang perantau asli Batu, Malang. Hanya sudah dua bulan ini beliau tinggal di Semarang. Perjalanan kali ini untuk berlibur juga di tempat saudaranya.
Saya ditanya mau kemana, saya jawab ke Bromo, Batu dan Malang. Dan ibu tersebut antusias sekali untuk merekomendasikan tempat wisata jika ingin berlibur lebih lama di Malang. Karena katanya, “Sayang banget mbak kalau nggak menyinggahi semua wisata kota Malang karena banyak tempat menarik, apalagi pantainya banyak yang masih bersih di daerah Malang Selatan.” Waah, ibuuu, saya pengin banget ke sana! Semoga saja ada rezeki bisa main ke Malang lagi ya. Aamiin. 😀
Kalau ditanya apa kesan saya naik kereta terlama sepanjang sejarah saya naik kereta, jawabannya, pegel, kakak. Hahaha. Iyaaa, saya ngerasa punggung saya capek banget abis menempuh perjalanan selama hampir 12 jam. Yaps, gila memang siih. Sendirian pula perginya. Ini sih namanya nekat. 😛 (pake huruf t ya, bukan d, kalo nekad kesannya seperti semangat saya sekeras baja dan sebulat tahu bulat digoreng ndadak limaratusan) wkwk. Padahal waktu ke Surabaya dulu paling 8 jam aja saya udah ngerasa capek karena panas. Di kereta sebenarnya bisa cuci muka atau pipis/pup karena ada fasilitas wc. Sayangnya airnya abis pas saya mau pakai. Jadi saya milih untuk bebersih setelah sampai di stasiun Malang aja.
Pertama nyampe di Stasiun Malang itu seneng liatnya. Stasiunnya bersih walau kesan horornya masih terasa karena bangunan Belanda dan lebih besar dibanding stasiun Tegal atau Semarang yang sering saya singgahi. Saya keluar dari pintu kereta mengikuti langkah kaki ibu tadi yang segerbong dengan saya menuju arah pintu keluar. Ternyata penumpang harus turun ke terowongan untuk naik ke atas, yaitu pintu keluarnya. Kebayang nggak siiihh, kalo misal saya nggak ngikuti si ibu? Bisa-bisa saya kesasar. Wekeke.
Bersyukur saya akhirnya bisa nemuin pintu keluar, tapi saya memutuskan untuk menunggu adek di dalam stasiun saja agar lebih mudah ketemuan. Adek saya, Ayie dan Wica, temannya naik kereta Malabar jurusan Bandung-Malang yang baru tiba sejam kemudian. Saya ngrasain nunggu selama itu ternyata nggak enak ya. Haha. Berasa jadi orang ilang karena penumpang lain sudah keluar dari stasiun, hanya tinggal tiga orang yang terlihat masih duduk di ruang tunggu kereta. Selain itu ada juga petugas kereta yang membersihkan lantai hingga bersih.
Btw, soal toilet stasiun Malang kota, cukup bersih meski kelihatan bangunan tua ya. Ada cermin besar juga untuk berkaca. Fyi, hanya boleh pipis dan pup saja, tidak boleh numpang mandi. Jadi mandinya nanti di penginapan saja. 😀 Soal makanan, di stasiun malang ada kios yang menjual majalah, minuman, snack, dan beberapa kebutuhan lainnya. Tapi saya lihat nggak ada gerai roti O atau donat yang biasanya dijual di dekat stasiun. Ah, iya, stasiun ini menggunakan tiga bahasa, bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang/China. Saya lupa itu china atau jepang ya. Karena nggak begitu mendengarkan dengan jelas. Yang saya salut, sekarang setiap kali kereta akan berangkat atau selesai melakukan perjalanan, semua kru di perjalanan hari itu melakukan briefing untuk evaluasi kinerja. Keren ya. 😀
Oh iya, saat kami akan pulang ke Tegal, Wica mengalami insiden sepatu ketsnya basah kena air hujan. Jadi dia membeli sandal di kios stasiun Malang itu. Saya lupa nanya harganya, tapi memang lebih mahal dibanding biasanya. Di kios itu juga dijual beberapa oleh-oleh khas Malang seperti kripik Malang aneka rasa.
Ngomongin soal fasilitas kereta Matarmaja ekonomi, sebenarnya nggak jauh beda antara kereta bisnis yang dipakai Wica dan Ayie dari Bandung dan kereta ekonomi ini. Bedanya lebih ke restonya aja dan fasilitas pinjam bantal seharga 10 rb. Di kereta ekonomi nggak ada resto, ada sih resto kecil tapi hanya bisa menampung dua orang yang ingin makan di sana. Dan menurut saya restonya agak sedikit kurang representatif. Jadi lebih baik makan di kursi tempat kita duduk di kereta aja. Untuk makanan seperti nasi ayam rames dijual seharga 20 rb, air mineral 4 rb, dan teh panas 5 rb.
Btw, saran saya, kalau bisa sih bawa minuman sendiri aja daripada nyari minuman di resto stasiun. Karena waktu saya butuh minum, ternyata masnya lagi ketiduran. Lha iya, saya nyari minumnya jam 1 malam. Fufufu. Maafkan ya, tenggorokan saya kering banget malam itu, jadi nunggu mas pelayannya bangun buat bayar air minum rasanya lama banget. Ditambah lagi harus menempuh beberapa gerbong buat kembali ke gerbong yang kami duduki. Saya harus mempercepat langkah kaki biar nggak ngrasain gronjal-granjul pergerakan kereta api pas jalan. Rasanya kayak orang mau jatuh digoyang ke sana ke sini. Syerem. Heuheu. Sekian postingan saya untuk edisi kereta Matarmaja kali ini.
See you next post yaa~
widhie says
lah tak kira sama ayie berangkatnya mba…duh jadi ke malang dah…dulu semarang-bandung juga pegel banget padahal pake Harina yang bisnis..untung ibu-ibu sebelah turun di pekalongan jadi bantalnya katanya buat aku tidur gpp hihihi…
Ila Rizky says
Hihi, ga jadi, mba. Soalnya waktunya nanti molor lama. Jadi janjian ketemu di stasiun Malang aja. Untung beneran ketemu sama mereka. Haha. Iya di Harina juga bisa nyewa bantal ya. Jadi enak buat istirahat. 😀 Biasanya bantal disewain di stasiun pertama, sedangkan aku pake kereta di stasiun Tegal. Jadi udah ga dapet bantalnya deh. Hehe
Melly Feyadin says
Bersih banget ya area stasiunnya, Gak keliatan kumuh, apa krn di jam sepi?
Ila Rizky says
Iya, mba Mell. Selalu dibersihin kalo pas udah sepi pengunjung. 😀
karlina says
Aq ada plan mau liburan ke malang desember ini.. Baca2 dr pngalaman yg udh naik matarmaja katanya bnyak kecoa.. Huaa ngeri aq paling jijik sm kecoa. Trus bnyk pedagang asongan yg lalu lalang ga mba? Mohon dijawab y mba… 🙂 trims bgt….
ve says
selamat siang mbak.
saya jg mau nyobain naik kereta matarmaja. hehe..
untuk ketepatan waktu kereta matarmaja, apakah sesuai jadwal pas kita pesan tiket ya mbk. soalnya saya sempet baca celotehan blog sebelah. katanya kereta nyampek ke kota tujuan bisa telat hampir 2jam’an.
mohon pencerahannya ya mbk. haha.. terimakasih 🙂
Ilham says
asyik naik kereta api.. aku paling suka kalau udah naik kereta api
Izza says
Hallo kak .. mau tanya klo turun di st malang kotalama kira2 dsna ad tmpt pnyewaan motor gtu kak ? Oiya satu lagi klo dari malang ke bromo itu semisal 2 orng recomendednya pke apa ya buat ksna ?
MasDzul says
Mau nanya untuk bangkunya masih hadap”an atau sudah kaya kereta kaligung ya?