Buku Vs E-book
Apa yang terlintas di benakmu saat seorang teman menawarkan baca majalah gratis dengan akunnya? Kalau saya, kaget banget. Karena itu pertama kalinya saya tahu bahwa majalah bisa dibaca via online. Pelanggan bisa memberikan akses tersebut dengan mudah ke orang lain yang ia kehendaki sebagai hadiah. Kejadian itu sudah lama sekali, seingat saya setahun yang lalu waktu postingan saya dinyatakan terpilih sebagai resensi pilihan ala blog Haremi. Trus dari situ mata saya mulai terbuka tentang ebook. Saya mulai melirik beberapa aplikasi baca yang ditawarkan di playstore.
Kita tahu bahwa tak banyak orang yang suka membaca buku secara digital dalam bentuk ebook. Beragam jenis gadget memang sudah bertebaran di masyarakat mulai dari yang canggih sampai hanya hape masa gitu. Tapi penggunaan gadget untuk menunjang ilmu pengetahuan masih sedikit sepertinya. Orang lebih suka menggunakan gadget sebagai sarana entertaining misalnya menonton film, mendengarkan radio, chating maupun main game.
Sedangkan membaca buku secara online alias digital ini sangat jarang terjadi. Padahal di luar negeri orang sudah fasih menggunakan Kindle sebagai tab khusus untuk mengakses jurnal maupun e-book yang diperlukan. Bahkan popularitas e-book membuat orang lebih suka membawa gadget seperti Kindle kemana-mana agar pekerjaan jadi lebih praktis. Tak perlu bawa buku bertumpuk-tumpuk, referensi bisa didapatkan dengan mudah hanya dengan sentuhan jari.
Buku online atau e-book tak familiar di mata masyarakat karena terasa aneh. Ia dianggap membuat mata lelah, bikin boros internet, atau kok gampang ngehang/crash? Iya, dulu saya juga gitu. Waktu pakai I-Jakarta (Ijak) pertama kali, saya ngerasa seneng banget karena bisa pinjam buku yang diinginkan. Apalagi kebanyakan buku yang ditawarkan di Ijak adalah buku-buku baru dari penerbit ternama seperti Gramedia Group.
Lalu karena saya mengincar buku-buku yang populer alias best seller, saya merasa sistem Ijak tidak cocok dengan saya. Waktu baca yang teramat singkat hanya 3 hari, ditambah daftar antrian yang panjang. Saya pun urung memperpanjang penggunaan aplikasi baca buku online ini. Ijak pun saya uninstall.
Setelah itu, saya mendengar dari teman bahwa ada aplikasi baca ebook lainnya bernama Bookmate. Aplikasi ini sebenarnya berbayar tapi digratiskan untuk pengguna nomor Indosat selama satu bulan masa percobaan. Saya pun mencoba, tapi tidak lama karena pikir saya waktu itu kan ini berbayar kalau sudah tidak gratis lagi. Apa saya bakalan beneran suka dengan aplikasi baca buku ini? Ya, akhirnya saya pun menghapus Bookmate dari smartphone.
Baru sebulan yang lalu saya mulai lagi jatuh cinta dengan aplikasi baca buku online lewat Scoop Premium (sekarang ganti nama jadi Gramedia Digital). Awalnya saya diberi akses sebulan oleh Scoop. Setelah sebulan saya mulai menggunakan, saya ketagihan baca karena kemudahan untuk mendapatkan buku-buku baru dalam bentuk ebook sangat mudah.
Saya tak perlu membeli buku fisik jika ingin membaca saja. Saya pikir ada baiknya karena memang rak buku di rumah sudah penuh dengan timbunan buku. Sedihnya waktu baca saya sedikit sehingga saya mengabaikan buku-buku tersebut hingga masih bersegel. Karena kurangnya waktu baca saya pun mulai melirik Scoop dengan lebih niat. Saya bertanya dalam hati, apa aplikasi ini benar-benar saya butuhkan? Saya pun melist apa saja keuntungannya bagi saya.
- Mudah mengakses buku-buku baru dengan mudah.
- Tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk membeli buku fisik yang mahal.
- Tidak butuh perawatan karena semua ebook yang sudah dibaca bisa dihapus dari aplikasi jika sudah tidak digunakan.
- Biaya berlangganan yang murah dan bisa dibagi patungan dengan teman.
- Tidak perlu antri lama karena sudah bisa langsung dipakai.
- Bisa mengakses buku-buku lama yang sudah tidak ada di toko buku.
Banyaknya manfaat menggunakan Scoop Premium membuat saya pun langsung membayar biaya berlangganan untuk tiga bulan ke depan. Namun, saya baru tau bahwa ada teman yang kesulitan memakai Scoop lagi karena ia belum memiliki dana untuk berlangganan. Kemarin saya dapat kabar dari teman, Mba Yeni Mulati beliau bilang bahwa iPusnas atau aplikasi baca buku yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah bisa diakses.
Menurut saya ini sebuah angin segar bagi pecinta buku yang minim dana. Kamu bisa mengakses iPusnas karena semuanya sudah didanai oleh pemerintah. Sayang kan kalau dana pemerintah yang berasal dari pajak rakyat tidak digunakan sebagaimana mestinya karena orang-orang belum melek digital.
Ya, sekali lagi ini sebuah terobosan yang seharusnya disambut baik. Bukankah teknologi seharusnya memudahkan kerja manusia? Jadi jika kemudahan tersebut kini sudah ada dan difasilitasi tanpa perlu membayar, mengapa tidak disambut dengan baik? Semua pekerjaan yang dulunya konvensional kini pelan-pelan mulai berpindah ke bentuk digital. Bahkan tandatangan saja sudah bisa digital. Jadi, apa kamu berminat menggunakan aplikasi baca ebook ini? Share dong di komentar. 😉
Ipeh Alena says
Dari beberapa aplikasi di atas, yang belum pernah saya coba cuma Ipusnas. Saya bukanya biasanya lewat website aja untuk baca ebook di perpusnas. Tapi, karena kendala itu, sering error websitenya, akhirnya gak pernah saya tengok lagi :D. Sisanya, saya udah coba semua, sampe Kindle buat android juga saya coba.