Dalam tiga hari ini, udara di Tegal mencapai 35 derajat celcius. Sungguh di luar dugaan karena biasanya hanya kisaran 28-30 saja. Nggak pernah sampai 35. Saya kira akan turun hujan karena memang bulan ini sudah masuk bulan berakhiran –ber. Yaitu Oktober. Sebentar lagi masuk bulan November. Kalau kata orang tua di sekitar tempat saya tinggal, itu artinya musim hujan akan tiba. Sayangnya yang ditunggu-tunggu tidak juga datang. Di luar rumah padahal langit tampak gelap. Saya pikir akan hujan sebentar lagi, soalnya di ruangan pun rasanya panas sekali. Saking panasnya saya sampai keringetan terus. Buat saya yang orang pantura, udara panas sudah biasa, tapi kalau sampai 35 derajat? Wow, amazing…
Kekeringan Menimbulkan Kebakaran Hutan Lebih Cepat Meluas
Saya lihat berita ada kebakaran di beberapa lahan di Jawa ini. Seperti kebakaran di Gunung Lawu. Beritanya bisa dilihat di link ini http://news.okezone.com/read/2015/10/23/512/1236698/asap-kebakaran-gunung-lawu-menyebar-ke-solo. Duh, saya jadi ngeri aja mendengar berita yang lalu-lalang di newsfeed facebook saya. Ada teman yang mengatakan bahwa di Tegal, langit gelap seperti akan hujan itu sepertinya bukan awan mendung, tapi asap.
Entah asap dari mana, apakah dari Pulau Kalimantan dan Sumatera yang sedang terkena bencana asap? Tapi jika iya ini asap entah dari mana datangnya, rasanya masyarakat perlu waspada saat pergi keluar rumah dengan menggunakan masker. Karena katanya udara kering bercampur dengan partikel asap yang berbahaya itu mengerikan bagi semua orang, baik orang dewasa maupun anak-anak.
Kisah Pilu dibalik Kabut Asap di Kalimantan dan Sumatera
Saya nggak bisa membayangkan jika tinggal di lingkungan seperti yang seorang teman katakan di fb. Dia bilang di tempat tinggalnya muncul banyak masalah terkait pembukaan lahan sawit yang menimbulkan kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera itu.
“Sebentar lagi pulau Kalimantan dan Sumatra akan jadi surga untuk pengusaha sawit. Tapi akan jadi neraka bagi kami yang tinggal disekitarnya. Kalau musim panas kami makan asap. Kalau musim hujan, bendungan sawit ditutup supaya air sungai nggak menghancurkan sawit kecil yang baru ditanam. Akhirnya, air merendam desa kami. Inilah siklus hidup di desa dengan SDA yang luaarr biasa. Musim kabut sekolah libur. Musim banjir libur lagi. Kapan anak-anak kami bisa maju jika alam dirusak tanpa ada kepedulian.”
Saat melihat curhatannya itu, saya jadi berpikir, kasihan anak-anak. Selama ini pendidikan di luar pulau Jawa saja sudah sangat jauh perkembangannya dibanding di Pulau Jawa. Apalagi ditambah sering libur karena bencana kabut asap ini? Bagaimana ekonomi tetap berjalan jika warganya terkurung di rumah masing-masing karena takut terkena kabut asap yang merusak kesehatan? Bagaimana mereka bisa mencari makanan jika harus menempuh perjalanan yang berbahaya saat keluar rumah? Berapa banyak lagi orang yang harus sakit dan menjadi korban dari maraknya pembakaran lahan ini? 🙁
Cara Mengurangi Pemakaian Produk Agar Ramah Lingkungan
Bagi orang yang belum pernah mengalami dampak dari kabut asap, jangan sampai bilang. “Itu kan kebakaran di Kalimantan dan Sumatera. Yang penting di kota sendiri nggak.” Jangan sampai menyakiti hati saudara kita dengan ucapan semacam itu. Semoga kita tetap berempati pada mereka yang mengalami kabut asap, seperti yang dialami teman saya itu.
Jika pun kita harus membeli barang dari hasil olahan sawit, bisa diminimalisir dengan menggunakan produk pengganti. Misalnya saja jika terbiasa memakai tisu kertas, bisa diganti dengan sapu tangan. Lebih ramah lingkungan, kan? Lagipula hemat pemakaian karena bisa dicuci ulang jika sudah digunakan. Untuk minyak, bisa diganti dengan produk lainnya yang lebih ramah lingkungan.
Kalau industri kelapa sawit membuat sulit warga karena kondisinya sudah sangat memprihatinkan seperti ini, sebaiknya manusia yang berbenah demi kehidupan yang lebih baik. Toh kita sudah banyak memakai produk dari alam, saatnya kembali untuk mengevaluasi lagi apa saja yang bisa kita lakukan agar hutan dan lingkungan kita tetap lestari. Kalau sudah tidak ada lingkungan yang bersih lagi, uang sudah tidak ada gunanya karena oksigen saja harus bayar. Kita juga bisa menyalurkan bantuan bagi mereka yang membutuhkan seperti lewat ACT maupun Rumah Zakat.
Hamdan says
iya nih parah banget mba kabut asap didaerah kalimantan kemaren hari jum’at yang lalu tepatnya di kota tarakan kalimantan utara. ada seorang bayi meninggal dunia akibat kabut asap 🙁 .
Rosa says
ga bisa bayangin mbak betapa tersiksanya saudara2 kita di kalimantan dan sekitarnya sana 🙁
WaSaripah says
Asap juga mulai meng’abu-abu’kan langit Sulawesi. Di tempat saya sudah muali butek warnanya…
Salam kenal yah
oktaviani ferla says
Nyeri kalo ngeliat adek2 kecil, balita di TV… kita sama asap knalpot aja ga nyaman bgt, gmn disana… :'( berharap hujan lekas turun…